Hai, apa kabar para booklovers semua
Saya harap anda semua selalu menikmati waktu anda. Kali ini
saya kembali lagi dengan review Novel Agatha Christie dengan judul saduran ‘Membunuh
itu Gampang’. Judul aslinya tidak jauh beda dengan terjemahannya yaitu Murder
is Easy.
Saya yakin saya sudah membaca novel ini mungkin 2 atau 3
kali hingga saat ini. Tapi kadang
setelah sekian lama waktu dari saya baca novel, detailnya lupa, jadi saya baca ulang,
he he…
Novel ini cukup dark ya menurut saya, it’s twisted in its
own way… Disini diceritakan betapa sebuah pembunuhan adalah sesuatu yang mudah
untuk dilakukan. Ngga perlu peralatan atau plot yang rumit. Hanya butuh
ketelitian, acting, alibi dan timing yang tepat. Motif yang dikemukakan disini
pun juga hanyalah motif yang bisa terpikir oleh seorang yang memang psikopat. Seseorang
yang mempunyai ego yang sangat tinggi bahkan kepada orang yang tidak bermaksud
menyakitinya namun ketika dianggap telah melukai harga dirinya, maka tega
mengorbankan orang2 yang tak bersalah demi memuaskan naluri psikopatnya.
Disini dikemukakan bahwa penampilan bisa sangat amat menipu.
Orang tak akan mengira sejauh mana yang dipikirkan dan mampu dilakukan oleh
seseorang yang terlihat lemah dan seperti tidak berdaya untuk melakukan hal
nekat.
Saya rasa ngga di dalam cerita saja kenyataan bahwa penampilan
bisa sangat menipu juga terjadi di dunia nyata. Penjahat berwajah malaikat ada
dimana2.
Mungkin pesan dalam novel ini adalah bagaimanapun penampilan
seseorang, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Kita perlu melihat
fakta2nya, bukti2 dan kondisi psikologis yang sesungguhnya pada orang tersebut.
Kita tak pernah tahu bagaimana sesungguhnya seseorang tersebut sampai kita membuatnya
menampakkan wajah aslinya. Seseorang yang terlihat sombong dan pongah, belum
tentu dia bisa kejam. Dan seseorang yang tanpa kekuasaan, terlihat tak berdaya,
belum tentu dia tidak bisa melakukan hal2 yang tak terduga.
Dalam novel kali ini, bukan Poirot
yang jadi jagoannya. Ah, padahal saya sangat mengidolakan Poirot. Jagoan kali
ini adalah seseorang pensiunan polisi yang biasa2 saja, yang baru kembali ke
Inggris setelah sekian lama bertugas di luar negeri. Luke Fitzwilliam adalah
tokoh utama pemecah kasus dalam novel ini. Perkenalannya dengan seorang wanita
tua bernama Miss Pinkerton dalam kereta menjadi awal dari perjalanannya menuju
penyelidikan kasus pembunuhan. Miss Pinkerton selama perjalanan kereta bercerita
tentang kecurigaannya akan beberapa kematian yang terjadi di desanya. Dia
menduga semuanya dilakukan oleh satu orang, dan dia akan menuju Scotland Yard
untuk melaporkan kecurigaannya tersebut. Setelah berpisah dengan Wanita itu,
sebagian pikiran Luke berkata bahwa Miss Pinkerton terlalu menduga2. Luke baru
menyadari betapa seriusnya apa yang disampaikan wanita itu ketika beberapa hari
kemudian Luke mengetahui berita bahwa Miss Pinkerton terbunuh dengan cara
tabrak lari dalam perjalanannya menuju kantor polisi di hari yang sama setelah
Luke bertemu dengannya.
Insting Polisi Luke yang
membuatnya mencari cara agar punya alibi untuk memecahkan kasus tersebut.
Dengan menyamar sebagai saudara Bridget atas bantuan temannya yang merupakan
sepupu asli nona tersebut, maka dia
tinggal di rumah Lord Whitfield, yaitu tunangan sekaligus majikan Bridget, seseorang
yang terpandang di desa Wychwood under Ashe, tempat kejadian perkara.
Ada beberapa tersangka yang sudah ada dalam daftar Luke,
seorang mantan Mayor Horton, Pak Abbot seorang Pengacara, Seorang mantan
kekasih dan juga ada pak Ellsworthy pemilik toko antik yang aneh perilakunya.
Tapi apakah pembunuhnya memang salah satu dalam daftar orang yang dicurigai
Luke? Seperti biasa, jangan berharap bahwa Agatha Christie bakal memberi kisah
yang gampang ditebak. Seperti novel2nya yang lain, cerita kali ini juga penuh
kejutan.
Luke memulai dengan mancari2 motif pembunuhan. Dia menduga
bahwa korban2 yang dibunuh adalah orang2 yang mengetahui rahasia tentang
seseorang di desa tersebut. Yang mereka sengaja ‘dibungkam’ agar orang tertentu
terhindar dari masalah yang bakal timbul apabila rahasia2 pribadinya
terbongkar. Suatu dugaan motif kejahatan yang wajar bukan? Tapi apakah memang
begitu? Itu masih motif normal yang bisa dimiliki seseorang yang merasa
terancam… Dan motif yang umum ada dalam banyak kasus…
Tapi bagaimana dengan motif yang tidak biasa? Yang sukar
sekali diterima sebagai alasan untuk sebuah pembunuhan… Dan yang dilakukan oleh
seseorang yang sama sekali sulit dipercaya bisa melakukannya…
Tapi dalam cerita ini itulah yang terjadi…
Membaca buku ini rasanya sampai lupa waktu, tidak bisa berhenti.
Alhasil terpaksa begadang sampai dini hari, ha ha… Buku ini ngga terlalu tebal
koq, guys, ngga setebal buku2 Harry Potter atau Hunger Games yg bisa buat nabok
orang, he hehh…
Penyelidikan Luke dilakukan awalnya dari beberapa
perbincangan termasuk dengan tuan rumahnya, Lord Whitfield. Lalu dengan diantar
Bridget dia mulai bertanya2 pada pendeta sekitar, dan mengobrol dengan beberapa
orang2 dengan alasan mengumpulkan informasi untuk bahan menulis buku tentang
tahayul yang masih ada dalam budaya masyarakat. Agak aneh alibinya, ha ha…
Mungkin pada awalnya terkesan seperti beberapa perbincangan
yang tidak berarti. Lebih mirip gossip dan dialog2 yang berjalan agak lamban.
Tetapi tak terasa alur cerita makin lama makin menguat dan langsung menanjak di
sepertiga buku. Dan klimaksnya benar2 sesuatu yang memberikan kejutan, suspense
dan kesenangan tersendiri bagi penyuka novel misteri thriller.
Agatha menyisipkan romance dalam cerita ini. Ada kenekatan
dalam cinta yang walau beresiko menantang bahaya tetapi tetap dijalani. Romansa
sederhana klasik dimana seseorang bertemu dan jatuh cinta pada pandangan
pertama, ada keraguan, rasa rendah diri, juga kenekadan. Seperti romansa klasik
yang happy ending. Iya sebagai spoiler, kali ini adalah cerita yang happy
ending. Korban2 yang dibunuh rata2 adalah orang2 yang tak menyenangkan
setidaknya bagi beberapa orang, Agatha membuat seolah2 orang2 tersebut merupakan
sosok2 yang dengan kematiannya membuat suasana kehidupan baru yang lebih baik
bagi orang2 di sekitarnya. Hmm… quite dark thought, huh… Seolah2 tokoh2 yang
jadi korban itu ‘sudah selayaknya’… begitu…
Kalo boleh saya kasih sedikit petunjuk tentang siapa
pembunuhnya dalam cerita ini. Jangan dulu menduga2 tentang motif. Coba amati
saja, bahwa semua korban yang telah dibunuh, hanya ada satu orang yang punya
akses, kesempatan dan berada bersama mereka sebelum mereka menemui ajalnya. Dan
si pembunuh cukup cerdik untuk bisa mengaburkan dan membelokkan informasi
hingga kecurigaan mengarah ke orang lain.
Btw, tolong abaikan spoiler pelaku sebelum anda baca novelnya.
Plizzz… karena bakal merusak kesenangan.
if u have not read the book, skip this part
Spoiler pelaku : ****f*e**
Okay, sekian dulu review amatiran dari saya. Kalo boleh saya
kasi nilai, saya bakal kasih ini buku 7.5 dari 10. Hmm… karena saya pikir tokoh
utamanya, si Luke ini benar2 digambarkan sebagai orang yang kurang tajam,
biasa2 dan ngga begitu keren dibanding dengan karakter Poirot. He he… Poirot
lagi. Iya, penggambaran sosok Poirot jelas lebih keren daripada tokoh yang ini.
Sebenarnya pada saat saya SMA dulu, uda banyak banget buku
Agatha Christie ataupun Mara Gd yang pernah saya baca. Hmm… cuman sekarang ini
setelah lewat beberapa tahun… banyak yang saya udah amnesia. Jangankan buku2,
lha wong pengalaman2 saya aja banyak yang udah ngga ingat, ha ha… oke that’s
enough.
Sampai jumpa lagi di review saya selanjutnya.
Baru tahu saya ada tokoh AC yang si Luke ini. Seringnya kalau tidak 'si Kumis' ya 'si Miss'.. :D
ReplyDeleteHe he lha ya saya juga baru tahu pas baca buku ini
Delete