Just Some Place To Store My Memories...

Friday, December 1, 2017

Mehrunnisa The Twentieth Wife (Review Novel Berseri)

Halo, teman2 pembaca setia blog saya

Kali ini saya mau share pendapat saya tentang novel lumayan tebal yang dulu pernah saya baca.

Mehrunnisa The Twentieth Wife


Gambar Sampul depan
Penulis : Indu Sundaresan


Apakah buku yang sedang saya review ini beli sendiri? Tentu saja tidak. Ini punya saudara saya. He he... Novel drama percintaan bukanlah tipe buku yang biasa saya hunting di toko buku. Buku cerita yang pernah saya beli, kalau ngga genre komedi, ya cerita misteri/ detektif biasanya dan buku motivasi.

Jujur hanya dengan membaca judul novel ini saja, bikin naluri wanita saya rada merinding. The twentieth wife... busett dah... istri keduapuluh... Jaman dulu yg namanya keluarga kerajaan tu istrinya banyak2 ya. Ga bisa bayangin ntu punya istri dua puluh kapan bagi waktunya, belon lagi ngurusi tugas negara, belon lagi bagi kasih sayang ama anak2nya. Ah, kurang kerjaan amat dah gue mikir ginian.

Novel ini adalah seri pertama dari trilogi Taj Mahal yang semuanya ada 3 buku karya Indu Sundaresan. Tokoh utama disini adalah seorang wanita bernama Mehrunnisa. Di novel ini dikisahkan mulai dari kelahiran Mehrunnisa, latar belakang keluarganya, juga perjuangan hidupnya mulai dari pertama dia jatuh cinta saat melihat Sultan Jahangir dan bercita2 untuk menjadi isterinya. Latar belakang novel ini adalah kesultanan Mughal India yang menganut budaya keislaman.

Kita perempuan hidup di jaman sekarang perlu banyak bersyukur. Sebab kalau membaca novel ini, posisi wanita di jaman dulu itu sangat dibatasi. Di dalam novel ini, perempuan seolah tidak bisa menentukan nasib sendiri, terikat oleh adat, pandangan masyarakat, aturan dan budaya yang demikian ketat. Nasib perempuan kala itu, dengan menjadi selir dan tinggal di zenana istana adalah peningkatan derajat. Sedangkan para selir yang dibuang, akan menjadi terhina di masyarakat. Hhmm... pola yang cukup mengerikan saya bilang. Perempuan pada masa itu kebanyakan menemukan suami dengan cara dijodohkan oleh pihak keluarga. Sepertinya perempuan tidak punya kekuasaan untuk menentukan cita2nya sendiri. Boro2 perempuan mau menempuh pendidikan tinggi dan bekerja, lha wong keluar rumah saja dibatasi.

Diceritakan juga bahwa dalam keluarga kerajaan, ada yang namanya pernikahan politik. Para Sultan dari generasi ke generasi menikah dengan tujuan politik, untuk mempersatukan pihak2 yang punya kekuatan dan meluaskan kekuasaan juga melebarkan pengaruh serta memperbanyak pendukung. Demikian juga dengan Sultan Jahangir. Pernikahan2 awalnya ditentukan oleh ayahnya dengan membawa kepentingan politik.

Saya suka dengan gaya bahasa penulis, puitis dan cukup mencerminkan budaya timur. Ini masuk novel percintaan tapi cara penceritaannya tidak vulgar seperti halnya kebanyakan novel2 dengan genre yang sama karya penulis barat. Kalau yg nulis orang barat, biasanya penggambaran sisi erotik dalam cerita percintaan tu kadang nyampe bikin nelen ludah, wkkk... Alur ceritanya mengalir dengan begitu menarik dari awal sampai akhir. Membuat yang baca tidak terasa waktu berlalu, dan ingin segera melanjutkan membaca bagian berikutnya. Saya tamat baca novel ini kurang lebih 6 hari an. Saya baca kalau pas senggang aja sih.

Dalam novel ini digambarkan betapa kekuasaan adalah suatu kenikmatan tersendiri. Menjadi berkuasa adalah suatu kepuasan yang tak bisa digambarkan, bebas mewujudkan keinginan. Memerintah, dimana semua tunduk dalam keputusan, dimana bisa menentukan banyak hal, menguasai banyak orang, adalah sesuatu yang begitu menggiurkan. Maka tak heran bahwa keinginan akan kekuasaan bisa membuat seseorang lupa diri, termasuk Sultan Jahangir yang sempat khilaf dengan berencana meracuni ayahnya sendiri agar dapat segera berkuasa.

Pada masa itu, Mehrunnisa adalah perempuan cerdas yang memiliki pemikiran yang berbeda dari perempuan kebanyakan. Dia punya cita2, ide dan kemampuan berpikir yang di atas rata2. Banyak pengetahuan dan pembelajaran didapatnya dari kedekatannya dengan ayahnya. Dengan kepandaiannya, dia berhasil menarik hati Ruqayya, permaisuri Sultan Akbar. Kedekatannya dengan Ruqayya membuat dia bisa mengerti seluk beluk lingkungan istana.

Namun bagaimanapun pandainya dia, Mehrunnisa hanyalah seorang perempuan yang hanya bisa pasrah ketika dijodohkan dengan seorang prajurit bernama Ali Quli yang kala itu dianggap berjasa dan berprestasi di mata Sultan Akbar. Ayah Mehrunnisa sebenarnya tahu putrinya tidak setuju, namun dia tak bisa berbuat apa2.

Mehrunnisa dengan penuh keterpaksaan menjalani pernikahannya dengan Ali Quli, yang digambarkan sebagai seorang prajurit berpenampilan dan berpembawaan kasar yang sama sekali tak memikat sedikitpun di hatinya. Mehrunnisa menikah dengan orang yang tak bisa membuatnya berhasrat menginginkan laki2 tersebut. Ali Quli tak bisa membuat Mehrunnisa mencintainya. Ini seperti seorang wanita yang membaktikan tubuhnya pada suami dalam ikatan pernikahan, namun hati dan pikirannya berada jauh di tempat lain... Di tempat yang lebih tinggi yang tak bisa ia jangkau. Mehrunnisa sudah memimpikan Sultan Jahangir selama bertahun2 sejak dia pertama melihatnya. Dan pernikahannya dengan Ali Quli yang dijalani dengan terpaksa membuatnya tidak bahagia. Mungkin itulah kenapa dia berkali2 mengalami keguguran.

Kalau saya baca penggambaran cerita ini, dari sisi Ali Quli, dia sebenarnya menyadari bahwa Mehrunnisa tidak sepenuh hati menikah dengannya. Ali Quli tahu dia hanyalah seorang prajurit dan berasal bukan dari kalangan bangsawan. Dan dia pun menyadari tatapan orang tua dan keluarga dari pihak istrinya juga dari Mehrunnisa ketika dia meminangnya. Bahwa mereka melihat Ali Quli sebagai seorang yang bukan dari golongan yang sama, bukan tipe yang diinginkan untuk bersanding dengan Mehrunnisa. Ali Quli juga menyadari keterpaksaan istrinya dalam berumahtangga dengannya. Ketidaktulusan Mehrunnisa... Dia bisa merasakannya, Mehrunnisa tidak bisa mencintainya, sikap istrinya terkesan dingin padanya, tidak pernah terlihat bahagia bersamanya, dan menunjukkan bahwa istrinya tidak menginginkannya sebagai suami. Itu membuatnya marah dan frustasi. Juga kenyataan Mehrunnisa berkali2 keguguran membuatnya berpikir bahwa memang istrinya tak mau mengandung anak darinya. Sebagai pelarian rasa marah dan ego seorang suami yang merasa tidak dihargai, dia kemudian berselingkuh dengan seorang budak yang bekerja di rumahnya. Dengan begitu dia mencoba mendapatkan kepuasan batin yang tidak didapat dari pelayanan istrinya kepadanya.

Dimana kebanyakan pembaca mengkritisi Ali Quli sebagai tokoh yang tidak diinginkan. Pada tulisan di atas, saya coba melihat tokoh Ali Quli ini dari sudut pandangnya.

Setelah Ali Quli tiada, Mehrunnisa kembali ke rumah keluarganya. Dan takdir membuatnya bertemu kembali dengan Sultan Jahangir. Dia menolak menjadi selir Sultan karena dia tahu dari kedudukan itu dia tak akan bisa memberi dukungan lebih pada Sang Sultan. Dia ingin dinikahi menjadi istri Sultan agar dia bisa berbuat lebih banyak sebagai pengabdian terhadap Sultan yang sangat ia cintai.
Mehrunnisa adalah satu2nya istri yang dinikahi Sultan Jahangir tanpa muatan politik. Dialah satu2nya wanita yang dinikahi Sultan karena alasan cinta.

Di novel ini tergambar sistem pemerintahan kerajaan bahwa tampuk tertinggi ada pada satu orang yaitu Raja. Dan yang akan meneruskan pemerintahan adalah keturunan dari Raja tersebut. Dalam latar cerita ini, karena kerajaan Islam maka gelar yang dipakai Sang Raja adalah Sultan. Keputusan Sultan adalah mutlak. Dia bisa memerintahkan apa saja. Mulai dari hukuman mati terhadap orang yang tidak ia kehendaki sampai memutuskan siapa harus menikah dengan siapa. Cukup ngeri saya rasa kalau kekuasaan model begini. Which means selain keturunan raja maka gak ada yang berkesempatan jadi pemimpin walau dia layak. Masalah kasta juga digambarkan dalam cerita ini.

Ada yang namanya warga istana, lingkungan harem yang hidup bermewah2 dan terjamin, pejabat2 dan orang2 istana. Diluar itu, adalah rakyat biasa yang harus bekerja keras untuk hidup dan menyetor pajak. Iya, pajak pemasukan untuk istana, yang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam standar kehidupan istana. Termasuk ratusan selir dan para wanita dalam ‘zenana’ kesultanan yang tiap hari hidup dalam kemewahan.
Iyah... begono ceritanya. Beruntung yah kita sekarang yang hidup di negara demokrasi...

Kesimpulan saya, novel ini bagus banget. Nggak rugi baca setebal ini. Sebab kita juga jadi ngerti sejarah dikit2. Kalau mau dirating, saya bakal kasih novel ini 9.8 dari 10. Mantap abis. Cukup menggugah emosi pas baca buku ini.

Sepertinya sekian dulu review saya. Kapan2 mungkin akan saya tulis juga tentang review buku lanjutannya yang sekarang udah ada di tangan saya tapi entah kapan bakal selesai bacanya, ha ha...

Buat kalian yang suka novel historikal romantis, boleh lah saya rekomendasikan buat baca buku ini. Share dong cerita kalian, apa novel paling romantis yang pernah kalian baca? 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...