Just Some Place To Store My Memories...

Monday, December 10, 2012

Naif ataukah Bodoh

Terkadang saya berpikir...
Saya ini tipe orang yang mudah percaya dengan orang lain.
Mungkin juga saya ini orang yang jarang punya prasangka terhadap orang lain. Tiap kali berkenalan dengan teman baru, saya selalu cenderung melihat orang dari sisi baiknya saja. Saya selalu menganggap bahwa orang lain itu apa adanya seperti halnya saya.
Dan saya selalu beranggapan, bahwa jika kita baik kepada orang lain, maka orang itupun akan baik kepada kita, dan jika kita menghormati orang lain maka orang lain juga akan menghargai kita.
Tapi apakah dunia ini menganut aturan seperti itu?
mungkin saya tak pernah bertanya begitu pada diri saya sendiri. Ya... saya selalu lupa bahwa dunia ini TIDAK berpikir seperti halnya saya.


Seperti halnya ketika satu dua orang teman kerja baru saya berkata ingin meminjam handphone saya untuk melihat2 fiturnya, saya tak pikir panjang dan langsung meminjamkan. Saya juga tidak mengawasi apa saja yang mereka lihat dari ponsel saya. Saya hanya berpikir mungkin mereka ingin membandingkan fiturnya dan melihat2 koleksi musik atau game yang saya punyai. *memangnya mereka itu saya, yang suka tuker2an mp3 sama game hp....
Saya ngga berpikir kalau mereka bakal buka2 sms dan foto2 pribadi milik saya... untuk digunakan sebagai bahan gosip...

Saya ngga berpikir... untuk sekedar mengawasi selama gadget saya dipinjam...


Dan beberapa kali terjadi, orang bercerita pada saya dengan sikap yang mengundang iba serta simpati, dan saya langsung percaya... Tanpa mencoba untuk mendengar versi cerita dari pihak lain... Tanpa mengecek kebenarannya... dan pada akhirnya saya tahu kebenarannya dengan mata saya sendiri, bahwa ternyata saya telah berdiri di pihak yang salah.
Saya sering merasa bodoh...
Saya selalu mengira orang lain sama jujurnya dengan saya...

Dan ketika seseorang tiba2 perhatian dan baik kepada saya, yang pertama terlintas di pikiran saya adalah hampir selalu "mungkin orang ini ingin berteman dengan saya". 
Di saat orang2 terdekat saya berpikir "orang itu pasti ada maunya".
Dan memang sering terbukti bahwa orang2 terdekat sayalah yang benar...



Ibu saya selalu berkata bahwa saya ini naif... Teman-teman dan sahabat saya sebagian ada yang bilang saya ceroboh, lugu, ada juga yang bilang kalau saya ini bodoh dan perlu lebih waspada.

Namun saya masih sulit untuk merubah pola pikir saya yang sangat jarang berprasangka...
Sulit rasanya memahami bahwa tak semua orang yang kita anggap baik bisa dipercaya.
Sukar untuk dinalar bahwa orang yang kepada siapa kita bersikap baik, bisa mengkhianati kita.

Saya tergolong orang yang tidak pandai menilai orang lain. Mungkin juga ini karena saya orangnya terlalu pendiam dan jarang bergaul. Tapi saya akan belajar untuk lebih cermat dalam menilai orang. Lebih teliti dalam melihat profil orang agar saya lebih waspada.

Saya memang punya banyak pengalaman buruk dalam hal mempercayai orang. Terkadang saya jadi agak takut pada dunia luar.
*Trus kalau takut saya mau ngapain? apa saya harus selalu mengurung diri di pojokan sambil cuil2 lantai...



Ya, saya sadari kalau saya mesti lebih banyak belajar untuk bisa mengenal karakter orang dan jadi orang yang lebih hati2 agar tak mudah dibohongi atau ditipu. Tak semua orang yang kita kenal bisa dijadikan teman.
Dan saya harus selalu mengecek kebenaran suatu informasi dari berbagai pihak sebelum mengambil kesimpulan.

Sekian kegalauan saya malam ini, good night everyone...

Friday, December 7, 2012

The Mysterious Affair at Styles

Keterangan penerbitan pertama : 1948







Ini adalah novel Agatha Christie yang memakai lakon Detektif Poirot dan Kapten Hastings sahabatnya. Cerita ini dikisahkan dari sudut pandang Kapten Hastings.

Dimulai dengan Kapten Hastings yang menerima ajakan kawan lamanya, John Cavendish untuk berlibur di rumah keluarga Cavendish di Styles.

John Cavendish tinggal di rumah itu bersama ibu tirinya yang sudah tua (Emily). Si ibu sudah menikah lagi dengan seorang pria yang jauh lebih muda (Tuan Inglethorp) dan anggota keluarga tak ada yang suka dengan si suami tersebut. Selain itu anggota keluarga yang lain adalah Lawrence (adik kandung John), Mary (istri John), dan Cynthia (anak asuh ibu tiri John). Juga ada Evie Howard yang merupakan pengurus rumah tangga, masih sepupu Tuan Inglethorp.

Styles Court, tempat tinggal keluarga Cavendish, adalah rumah besar dengan perkebunan luas. Dulunya milik ayah kandung John dan Lawrence dan dikuasai Ibu tiri mereka semenjak ayah mereka meninggal.
Percintaan, perselingkuhan, kecemburuan, dendam, kebencian yang memuncak, kelicikan, dan perebutan hak waris mewarnai inti dari cerita ini.
Puncaknya adalah peracunan terhadap Nyonya Inglethorp yang mengakibatkan kematiannya. Dan orang yang mendapat keuntungan dari meninggalnya Nyonya rumah tersebut adalah yang paling pantas dicurigai.
Masalahnya, kali ini si pembunuh amatlah licik. Poirot dan Kapten Hastings harus bekerja keras mengumpulkan bukti- bukti. Karena tanpa bukti-bukti kuat, meski tahu siapa pelakunya, mereka tak akan bisa membuatnya ditangkap.

Ada kutipan yang saya anggap menarik diutarakan oleh Poirot:
“….Segala sesuatu harus kita perhitungkan. Kalau fakta tidak cocok dengan teori - tinggalkan saja teorinya.”
Hal. 110

Jalan cerita ini sungguh menarik yaitu bahwa pengarang pada mulanya seolah-olah mengarahkan kita pada kesimpulan tentang si pelaku dan kemudian membelokkan pembaca pada kemungkinan-kemungkinan lain sebelum akhirnya mengemukakan kesimpulan tentang fakta si pelaku yang sesungguhnya.

Poirot dan Hastings mendominasi peranan dalam cerita ini. Deduksi- deduksi logis yang dikemukakan Poirot pada novel ini adalah bagian yang menurut saya menarik untuk dibaca. Perkiraan waktu, motif, urut-urutan kejadian, dan fakta- fakta tersembunyi diceritakan secara rinci di sini sehingga pembaca diajak untuk berpikir dan ikut menebak.

Pada novel ini Agatha Christie sukses menggambarkan perbandingan tentang cara pikir dan sifat dua orang yang berbeda dalam meneliti masalah. Seperti biasa, Poirot dengan pemikirannya yang lurus, logis, tanpa dipengaruhi emosi dan tak tergoyahkan. Sedangkan Kapten Hastings dengan ide2 sentimentilnya, cara berpikirnya yang lebih didominasi oleh perasaan, dan mudah terbawa suasana.

Dan apabila pembaca jeli, maka sebenarnya tak susah untuk menebak si pelaku sebelum menginjak pada halaman kesimpulan.
Dilihat dari motif, latar belakang, sifat2 psikologis, dan alibi, maka bisa ditebak siapa pelakunya, yang pasti pada saat sebelum dan di tengah kejadian, mereka pandai membuat alasan untuk terkesan tidak terlibat. Musuh Poirot dan Kapten Hastings kali ini benar2 licik dan licin serta pandai bersandiwara. 
Dan kurangnya bukti2 untuk menjerat si pelaku menjadikan Poirot sempat pusing. Sampai akhirnya Kapten Hastings-lah yang tanpa sengaja mengingatkan Poirot pada satu bukti terakhir yang tak terbantahkan.

Sayangnya saya orangnya tidak cermat untuk bisa menebak dan hanya terbawa pada alur pengarang he he…

Versi novel terjemahan terbitan gramedia yang saya baca ceritanya berhenti pada hal. 272. Ngga terlalu tebal bukan? Cocok buat teman- teman yang ngga suka baca novel tebal seperti saya.

Kesimpulan saya rating novel ini :
7.5 dari 10

Wednesday, December 5, 2012

Agatha Cristie : A Pocket Full of Rye (Misteri Burung Hitam)



Novel tahun 1953



Peristiwa ini dimulai dengan cuplikan cerita mengenai pertemuan Inspektur Neele dengan Adele Fortescue (Janda dari Rex Fortescue). Di sini dituliskan kecurigaan pribadi Inspektur Neele terhadap wanita yang baru saja mendapat kabar tentang meninggalnya suaminya.
Kemudian ada pula halaman berisi perkenalan para tokoh. Ini sangat membantu sekali bagi pembaca untuk dapat lebih mudah mengikuti cerita di dalamnya. Jika pembaca lupa nama tokoh ini sebenarnya berperan sebagai apa, maka dapat langsung membuka halaman ini.
Cerita babak satu dimulai dengan terbunuhnya seorang usahawan kaya tapi bertabiat licik bernama Rex Fortescue dengan dugaan peracunan dalam teh yang diminumnya. Teh tersebut disajikan oleh sekretaris pribadinya di ruangan kantornya. Sejumlah biji-bijian gandum hitam ditemukan dalam saku jasnya. Berikutnya juga diceritakan bahwa sebelum si korban terbunuh, beberapa bangkai burung hitam ditemukan pada meja kerja rumahnya. Setelah itu, korban-korban lain pun berjatuhan.
Sebelum masuk lebih lanjut ke review, saya katakan dulu kalau saya ini pereview amatiran. Saya belum pernah menulis review tentang buku apapun sebelum memulai blog ini.
Saya tidak pernah belajar tentang kaidah-kaidah atau tata cara penulisan review novel. Jadi tulisan ini saya buat secara bebas dan isinya murni pendapat saya pribadi tentang apa yang telah saya baca. Btw alert spoiler! ^^

Kecurigaan pada cerita pembunuhan ini mengarah pada keluarga si Bapak Rex Fortescue ini. Dia memiliki 3 anak, Percival Fortescue (anak pertama yang berwatak serius, orang kepercayaan ayahnya dalam perusahaan keluarga itu), Lancelot (putra yang sudah 10 tahun pergi dari rumah karena berselisih dengan ayahnya), dan Elaine (si putri bungsu yang berpacaran dengan laki2 yang tidak direstui ayahnya). Selain Percival dan Elaine, dalam rumah tersebut juga ada Jennifer (istri Percival), Bibi Effie/Nona Ramsbottom tua (kakak ipar Rex dari mendiang istri pertamanya, meski tua daya ingatnya masih baik), dan Adele (istri keduanya yang baru dinikahi, yang cantik, sangat suka uang dan laki2 tampan).

Selain itu tokoh2 lainnya seputar keluarga dan rumah adalah :
Pat (istri Lancelot), Tuan Vivian Dubois (laki2 flamboyan yang jadi ‘teman dekat’ Adele), Gerald Wright (kekasih Elaine Fortescue yang tidak direstui ayahnya), Mary Dove (gadis muda yang dingin, pengurus rumah tangga yang cakap), Gladys Martin (pelayan yang biasa menghidangkan makanan, diceritakan sebagai gadis bodoh yang mudah percaya), Ellen (pelayan kebersihan), Tuan Crump (penjaga pintu yang pemabuk), dan NY. Crump si juru masak handal.
Disamping tokoh2 di atas ada pula para karyawan kantor Tuan Rex Fortescue:
Nona Grosvenor (Wanita pirang cantik Sekretaris Tuan Rex Fortescue yang menyuguhkan teh), Nona Griffith (juru tik kepala) dan Nona Somers (juru tik baru yang kurang efisien dan selalu melakukan kesalahan). 

Cara penggambaran suasana Inggris dan pola kehidupannya pada tahun novel ini dibuat benar2 terasa. Memang khas Agatha Christie yang sebagian besar novelnya bertemakan kehidupan Inggris.

Si pengarang juga dengan sukses menggambarkan kesuraman dalam kehidupan rumah keluarga yang dikisahkan tersebut. Bahwa meski tinggal satu rumah, belum tentu bisa membuat para penghuni dekat satu sama lain. Seorang istri muda cantik yang hobi berfoya-foya dan punya kekasih gelap pada saat si suami sibuk bekerja benar2 membuat suasana panas di rumah keluarga tersebut. Belum pula latar belakang para menantu yang suram dan dipertanyakan, makin menambah ketegangan dalam cerita ini.
Tokoh detective Agatha Cristie kali ini adalah Miss Marple yang muncul pada pertengahan buku.
Yang paling dicurigai dari meninggalnya si Bapak Jutawan itu adalah anak pertamanya sebagai pewaris kekayaan terbesar. Dan karena belakangan pada saat si bapak masih hidup mereka bertengkar hebat. Semua bukti mengarah ke tokoh tersebut. Tapi bagaimana akhirnya, apa memang dia pelakunya?  
Bagi saya, peran Miss Marple di sini kurang terasa. Dia tiba2 datang sebagai kenalan Gladys Martin si pelayan yang manjadi korban dan menginap di rumah keluarga Fortescue. Kemudian dikisahkan beberapa adegan perbincangannya dengan beberapa anggota keluarga rumah tersebut dan Kolonel Neele. Dan di akhir cerita tiba2 saja pembaca disuguhkan pembicaraannya dengan Kolonel Neele tentang siapa pelakunya.
Si pelaku digambarkan dengan kelicikan yang tidak termaafkan. Menipu gadis pelayan yang tak berdosa dan setelah membunuhnya, memperlakukannya dengan lelucon yang amat keji. Ini yang paling membuat Miss Marple marah.

Petunjuk mengenai si pelaku hampir tidak ada di awal sampai sepertiga buku, dan mulai dikemukakan pada bab yang terletak melebihi separuh buku tersebut. Dan tiba2 saja bukti2 dan latar belakang serta beberapa kenyataan tentang si pelaku muncul menjelang bab-bab akhir cerita dan pembaca dibawa begitu saja pada kesimpulan akhir tentang si pelaku dan motifnya. Meskipun sebelumnya terselip latar belakang psikologi para tokoh yang mungkin bisa dijadikan petunjuk. Tapi tetap saja ada sedikit kesan dipaksakan menurut saya.

Sebagai penggemar karya2 Agatha Christie, terus terang saya sedikit kurang puas dengan novelnya yang satu ini. ‘Kelogisan’ dan petunjuk2 dalam alur cerita detektif yang biasanya ditata, disisipkan, dan dirangkai dengan cermat pada karya2 Agatha Christie yang lain seolah ‘kurang’ pada buku yang satu ini. Tapi tetap saja, si pengarang favorit saya ini tetap bisa menjadikan novel ini sebagai bacaan yang menghibur. 

Novel ini dibagi dalam beberapa bab sehingga pembaca dapat mengambil jeda dan tidak merasa terseret dalam tulisan panjang ketika membacanya. Juga agar suspense dan penekanan adegan di dalamnya lebih terasa.

Siapa si pelaku? Apa motifnya dan hubungannya dengan misteri biji-bijian gandum dan bangkai burung hitam?
Apakah Miss Marple dan Inspektur Neele benar2 dapat menangkap pelakunya dengan mudah?
Anda tertarik? Silakan baca sendiri lengkapnya.

Kalau saya harus kasih rating, maka kesimpulan saya:
6.5 dari 10

Pembaca lain mungkin saja punya pendapat yang berbeda dari saya.
Buku versi gramedia yang saya baca ini ceritanya berhenti pada halaman 299, jadi buat teman2 yang tak suka novel tebal, ini layak dijadikan sambilan waktu luang.

Apakah kamu penggemar Agatha Christie juga? Apa judul novel favoritmu? Saya akan senang kalau bisa berbagi cerita^^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...