Keterangan penerbitan pertama : 1948
Ini adalah novel Agatha Christie yang memakai lakon Detektif
Poirot dan Kapten Hastings sahabatnya. Cerita ini dikisahkan dari sudut pandang
Kapten Hastings.
Dimulai dengan Kapten Hastings yang menerima ajakan kawan
lamanya, John Cavendish untuk berlibur di rumah keluarga Cavendish di Styles.
John Cavendish tinggal di rumah itu bersama ibu tirinya yang
sudah tua (Emily). Si ibu sudah menikah lagi dengan seorang pria yang jauh
lebih muda (Tuan Inglethorp) dan anggota keluarga tak ada yang suka dengan si
suami tersebut. Selain itu anggota keluarga yang lain adalah Lawrence (adik
kandung John), Mary (istri John), dan Cynthia (anak asuh ibu tiri John). Juga
ada Evie Howard yang merupakan pengurus rumah tangga, masih sepupu Tuan
Inglethorp.
Styles Court, tempat tinggal keluarga Cavendish, adalah
rumah besar dengan perkebunan luas. Dulunya milik ayah kandung John dan
Lawrence dan dikuasai Ibu tiri mereka semenjak ayah mereka meninggal.
Percintaan, perselingkuhan, kecemburuan, dendam, kebencian
yang memuncak, kelicikan, dan perebutan hak waris mewarnai inti dari cerita
ini.
Puncaknya adalah peracunan terhadap Nyonya Inglethorp yang
mengakibatkan kematiannya. Dan orang yang mendapat keuntungan dari meninggalnya
Nyonya rumah tersebut adalah yang paling pantas dicurigai.
Masalahnya, kali ini si pembunuh amatlah licik. Poirot dan
Kapten Hastings harus bekerja keras mengumpulkan bukti- bukti. Karena tanpa
bukti-bukti kuat, meski tahu siapa pelakunya, mereka tak akan bisa membuatnya
ditangkap.
Ada kutipan yang saya anggap menarik diutarakan oleh Poirot:
“….Segala sesuatu harus kita perhitungkan. Kalau fakta tidak
cocok dengan teori - tinggalkan saja teorinya.”
Hal. 110
Jalan cerita ini sungguh menarik yaitu bahwa pengarang pada
mulanya seolah-olah mengarahkan kita pada kesimpulan tentang si pelaku dan
kemudian membelokkan pembaca pada kemungkinan-kemungkinan lain sebelum akhirnya
mengemukakan kesimpulan tentang fakta si pelaku yang sesungguhnya.
Poirot dan Hastings mendominasi peranan dalam cerita ini.
Deduksi- deduksi logis yang dikemukakan Poirot pada novel ini adalah bagian
yang menurut saya menarik untuk dibaca. Perkiraan waktu, motif, urut-urutan
kejadian, dan fakta- fakta tersembunyi diceritakan secara rinci di sini sehingga
pembaca diajak untuk berpikir dan ikut menebak.
Pada novel ini Agatha Christie sukses menggambarkan
perbandingan tentang cara pikir dan sifat dua orang yang berbeda dalam meneliti
masalah. Seperti biasa, Poirot dengan pemikirannya yang lurus, logis, tanpa
dipengaruhi emosi dan tak tergoyahkan. Sedangkan Kapten Hastings dengan ide2
sentimentilnya, cara berpikirnya yang lebih didominasi oleh perasaan, dan mudah
terbawa suasana.
Dan apabila pembaca jeli, maka sebenarnya tak susah untuk
menebak si pelaku sebelum menginjak pada halaman kesimpulan.
Dilihat dari motif, latar belakang, sifat2 psikologis, dan
alibi, maka bisa ditebak siapa pelakunya, yang pasti pada saat sebelum dan di
tengah kejadian, mereka pandai membuat alasan untuk terkesan tidak terlibat. Musuh Poirot dan Kapten Hastings kali ini benar2 licik dan licin serta pandai bersandiwara.
Dan kurangnya bukti2 untuk menjerat si pelaku menjadikan Poirot sempat pusing. Sampai akhirnya Kapten Hastings-lah yang tanpa sengaja mengingatkan Poirot pada satu bukti terakhir yang tak terbantahkan.
Sayangnya saya orangnya tidak cermat untuk bisa menebak dan hanya
terbawa pada alur pengarang he he…
Versi novel terjemahan terbitan gramedia yang saya baca
ceritanya berhenti pada hal. 272. Ngga terlalu tebal bukan? Cocok buat teman-
teman yang ngga suka baca novel tebal seperti saya.
Kesimpulan saya rating novel ini :
7.5 dari 10
No comments:
Post a Comment